Keluarga Baru di Payakumbuh

Apa yang menarik dari suatu perjalan ?  menurut saya interaksi sosial-lah yang utama, destinasi wisata saya anggap sebagai bonus dari sebuah perjalanan. Berinteraksi dengan masyarakat setempat adalah hal yang paling membuat saya terkesan, lebih dari terkesannya saya terhadap gunung, pantai, air terjun atau pemandangan lainnya. Buat saya pergi ke suatu tempat tanpa tahu kehidupan masyarakat sekitarnya adalah nonsense, sekali lagi itu menurut saya.

Perjalanan saya di Sumatra Barat sama halnya dengan perjalanan lain, bertemu orang-orang baru yang pada akhirnya menjadi keluarga. Kali ini saya jatuh hati dengan Payakumbuh, selain alamnya yang asri dan damai, disinilah saya bertemu orang-orang baik yang menganggap saya seperti saudara walaupun baru kali ini kami berinteraksi. Terlalu banyak orang baik disini sampai-sampai saya lupa nama-nama mereka, harap makhlum ingatan saya jangka pendek sekali *haha*.

Adal, Kak Chika, Bang Son, Niko, dan Gerakan Payakumbuh Bersatu

Adal, Kak Chika, Bang Son, Niko, dan Gerakan Payakumbuh Bersatu

Orang yang saya temui pertama kali setiba di Payakumbuh bernama Adal, dia memperkenalkan dirinya Adal Bonai. Lelaki berambut kribo *yang sekarang botak,hehe* dengan banyak cerita tentang perjalanan dasyatnya di pedalaman Papua dan Kalimantan berbulan-bulan. Dia bukan hanya sekedar mengunjungi Sabang sampai Marauke tetapi Pulau Rondo (Ujung Barat Indonesia) sampai Kampung Kondo (Ujung Timur Indonesia). Adal adalah satu-satunya nasionalis muda yang saya kenal, kecintaannya terhadap Indonesia dan Tan Malaka tidak saya ragukan. Saya banyak belajar dari Adal tentang makna sebuah perjalanan, tapi saya belum berani untuk keluar dari zona nyaman saya, belum cukup nyali.

Adal Bonai selalu antusias bercerita tentang Tan Malaka

Adal Bonai selalu antusias bercerita tentang Tan Malaka

Selama saya di Payakumbuh saya diberi tumpangan untuk menginap di rumah Kak Chika. Saya salut dengan wanita satu ini, Kak Chika bukanlah pejalan seperti Adal, tetapi keramahannya saat menjamu saya di rumahnya dan tidak butuh waktu lama untuk kami dekat dan menceritakan berbagai hal. Di rumah Kak Chika-lah pertama kali dalam hidup saya merasakan rendang, yatuhaaaaaaaan enak banget *eh salah fokus*. Kak Chika adalah pribadi yang menyenangkan dan pekerja keras, itu yang saya tahu.

Selain mereka berdua ada Bang Son dan Niko, mereka yang sering membuat saya tertawa selama di Payakumbuh. Bang Sony selalu menggelitik saya dengan bahan becandaannya dan kadang beliau bisa berubah menjadi lelaki bijak penuh dengan ungkapan-ungkapan minang. Kadang Bang Son bercanda dalam bahasa Minang, saya cuma bengong lalu beliau sadar dan dengan baik hati beliau translate ke Bahasa Indonesia lalu saya baru ketawa *telat banget*. Beda halnya dengan Niko, dia bikin saya ketawa karena dia ketawa gak berhenti-berhenti, lucu 😀

Bersama Niko di Lembah Harau

Bersama Niko di Lembah Harau

Satu orang lagi yang sungguh baik bernama Uda Yus atau lebih dikenal Sutan Malako, perkenalan pertama kami saya sudah berani-beraninya meminjam vespa untuk berkeliling Kota Payakumbuh, kemudian dilanjut dengan obrolan panjang tentang dan berakhir dengan tawaran untuk singgah ke rumah beliau. Kami sempatkan untuk singgah dan ketika saya berpamitan beliau memberi buku sebagai kenang-kenangan. Terimakasih Uda !

Berkat mereka dan teman-teman di Payakumbuh Bersatu saya mengenal lebih dalam tentang Minang dan sejarahnya. Berkat mereka pula saya punya kampung yang selalu ingin dikunjungi kembali, saudara yang ingin berjumpa kembali. Terimakasih Payakumbuh atas alam dan keluarga baru untuk saja !

Leave a comment