Aceh : adat dan jendela masalalu

Bandara Sultan Iskandar Muda, ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Aceh, salah satu destinasi impian saya. Saya sedikit takjub dengan bandaranya, Aceh girls, dieja ya A.C.E.H ! provinsi di ujung Pulau Sumatra tapi bandaranya jauh lebih bagus dari bandara dikota saya, hiks. Oke mari kita lanjutkan, sebelumnya saya minta maaf karena dipostingan ini beberapa foto dicomot dari web lain karena file foto perjalanan pertama saya ke Aceh hilang.

Hujan menyambut saya di Bandara kala itu, sembari menunggu teman, saya mengamati pemandangan “selamat datang” yang disuguhkan kota ini, tepat didepan saya ujung dari bukit barisan. Perjalanan berlanjut setelah teman saya tiba, kita langsung menuju ke pusat kota Banda Aceh. Perjalanan cukup jauh, sepanjang jalan selain pemandangan bukit barisan, saya beberapa kali melihat kuburan massal korban tsunami.

Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda

Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda

Perjalanan berlanjut ke Masjid Raya Baitturahman dan berlanjut ke Pasar Raya Aceh. Banyak penjual buah pinang disekitar pasar tersebut dan kawanpun membelikan satu plastik untuk saya, ketika kami sampai kedai kopi saya disuguhi buah pinang yang tadi kami beli yang ternyata dibalut daun sirih. “Peumulia Jamee Adat Geutanyoe” ( Memuliakan Tamu adalah Adat Kita) katanya sambil mempersilahkan saya memakan ranub tersebut. Ternyata ini adalah salah satu adat masyarakat Aceh, tamu yang datang ke rumah atau tempat mereka. Ranub sendiri mempunyai simbol kerendahan hati masyarakat Aceh dan sengaja memuliakan tamu, ranub juga dianggap memiliki sumber perdamaian dan kehangatan sosial. Saya kagum para pemuda Aceh ini (kawan saya) menjunjung tinggi adat yang hampir pudar. Selain itu kawan saya bilang “datang pertama sebagai tamu, datang kedua suah keluarga” dan benar saja ketika saya datang untuk kedua kalinya ke Aceh saya sudah dianggap bagian dari keluarga mereka, tak lagi sungkan seperti tamu.

pose di depan Masjid Raya Baiturrahman

pose di depan Masjid Raya Baitturahman

Dalam hangatnya ramah tamah yang sedang berlangsung, salah satu dari kami menyeletuk “kakak ni sendiri dari Jawa kemari ? wah pemberani ya kayak Malahayati”. Awalnya saya bingung siapa Malahayati yang mereka sebut* sebagai wanita pemberani dari Aceh, yang saya tahu selama ini pahlawan wanita aceh ya cuma Cut Nyak Dien, dan akhirnya saya tahu siapa sebenarnya Malahayati.

Laksamana Malahayati, bernama asli Keumalahayati adalah salah satu pejuang perempuan yang berasal dari Aceh. Beliau merupakan wanita pertama di dunia yang pernah menjadi seorang laksamana. Setelah suaminya meninggal dalam peperangan beliau berjanji untuk menuntut balas atas kematian suaminya. Beliau meminta kepada sultan untuk mebentuk pasukan yang prajuritnya semua wanita janda yang suaminya gugur di medan perang, pada akhirnya pasukan yang dipimpin beliau disebut “inong balee” yang artinya janda yang angkat senjata. Laksamana Malahayati pula yang membunuh Cornelis de Houtman dari Belanda dalam pertempuran satu lawan satu di sebuah geladak kapal.

Mendengar cerita tersebut saya sedikit tidak percaya dan mencoba browsing untuk mencari info lebih dalam. Info yang saya dapat tidak sebanyak ketika saya searching nama* pahlawan lainnya tetapi yang dituturkan oleh teman saya sesuai dengan beberapa sumber hasil browsing. sampai sekarang pertanyaan “mengapa Laksamana Malahayati tidak ada dalam buku sejarah yang saya baca di bangku sekolah ? padahal dia wanita pertama di dunia yang pernah menjadi laksamana.” belum terjawab.

Saya menyempatkan keliling lapangan Blang Padang, Lapangan ini terdapat  ratusan batu yang bertuliskan pada prasasti-prasasti berbentuk perahu di berbagai sudut. Prasasti tersebut berisi ucapan terimakasih atas kesetiakawanan  dan kepedulian tanpa pamrih dari negara* yang berjasa membangun kembali Aceh pasca Tsunami 2004. Mata saya tertuju pada monumen miniatur pesawat yang bertuliskan “Seulawah 001”, pertanyaanpun kembali muncul “pesawat apa itu ?”. Kawan saya pun berbaik hati menjelaskan sejarah pesawat “Seulawah 001”.

Dalam sejarah, pesawat “Seulawah 001” adalah cikal bakal dari maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Konon katanya pesawat Seulawah 001 dibeli dari sumbangan rakyat Aceh kala itu untuk memenuhi “permintaan” presiden Soekarno. Pesawah Seulawah 001 dan 002 merupakan bukti bahwa kala itu rakyat Aceh mendukung penuh untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang saya dapatkan disini, Di tanah Rencong. Sekelumit cerita sejarah dan keramahan masyarakatnya membuat saya jatuh cinta pada Aceh. Apa yang saya pikirkan tentang Aceh beberapa taun lalu tentang Aceh yang mencekam dan tidak aman benar* tidak saya rasakan. Hanya ramah tamah dan kehangatan dari masyarakat Aceh yang selalu saya terima. Keingintahuan saya tentang sejarah dan budaya Aceh membuat saya selalu ingin kembali kesini, ke kota ini.

12 thoughts on “Aceh : adat dan jendela masalalu

Leave a comment